Rabu, 31 Januari 2018

Hidup ga selalu tentang bahagia, said ibu2 gorengan.


                Saat itu aku duduk sendirian, mendengarkan lagu seperti biasa. Kemudian, seorang ibu dari jauh kulihat perlahan mendekat ke arahku. Ialah ibu penjual risoles, tahu serta camilan lainnya yang selalu dibicarakan oleh orang-orang. Seorang ibu yang ketika menawarkan dagangannya akan mengatakan “Cantik, mau beli jajanannya?” setiap kali melewati mahasiswi-mahasiswi yang lewat.
“Cantik, sendirian aja?” tanyanya menghampiriku yang waktu itu duduk di gazebo kampus.
                Akupun  menoleh melepas headsetku lalu menjawab, “Iya nih bu. Lagi pengen ngeliatin pohon-pohon aja disini.” Kataku berkata jujur. Karna memang kelas telah berakhir dan entah mengapa aku malas pergi dengan teman-temanku ke cafĂ© pada waktu itu.
“Ibu sering melihat kamu loh cantik, tertawa terus, tersenyum terus, menghibur teman-temanmu terus. Kalo kamu sendirian disini, sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan.” Ibu-ibu tersebut mulai berhipotesis tanpa kuminta. Wah, kupikir ibu ini jago sekali membaca perasaanku.
                Sampai saat itu, aku masih menunggu ia menawarkan barang dagangannya padaku, namun ia malah terus berbicara walau aku hanya diam saja.
“Ibu ngerti kemarin kamu tanding futsal, dan tim kamu kalah, ibu liat kamu nangis. Tapi kamu nangis sendirian di deket kamar mandi kopma. Ingat nggak?” tanya padaku.
     Aku kaget, serius aku kaget sekali. Bayangkan saja saat itu pertandingannya tidak diselenggarakan di kampus, dan aku memilih untuk pergi kesana karna tidak ingin melihat teman-temanku makin merasa sedih. Karna pertandingan tersebut adalah pertandingan terakhirku mengingat aku akan menjadi mahasiswi akhir semester berikutnya, walau sampai akhir timku tak pernah membawa juara setiap aku berada dalam tim. Aku merasa sedih, merasa tidak bisa menjadi kakak yang baik bagi adik-adik tingkatku.
Akupun mengangguk, lalu tersenyum malu.
“Dan waktu itu kalau ibu ga salah lihat kamu juga sendirian, seperti saat ini. Betul ga?” tanyanya berulang kali yang membuatku makin terpana.
                Aku mengangguk lagi, ibu itupun diam sambil duduk di sebalahku walau tidak terlalu dekat. “Aku emang gini, Bu. Bukannya ga punya temen atau aku ga mau cerita ke mereka. cuma aku terbiasa menanggung semua yang kupikirkan sendirian.” Kataku mencoba menjelaskan.
Ibu itu tersenyum, sungguh senyuman keibuan yang kulihat, bukan senyuman menghakimi namun senyuman yang mencoba untuk mengerti. “Anak baik.” Katanya tiba-tiba.
Aku bingung, lalu kemudian menggeleng. “Wah, ibu ga tau aja. Aku itu manusia paling keras kepala dan paling ngerasa ga berharga banget di dunia ini. Aku selalu nethink tau bu. Jauh dari apa yang ibu pikirkan barusan.” Kataku berkilah, gatau aja dia kegoblokan yang sering kulakukan setiap saat. Sampai dulu pernah kupikir aku tak layak untuk menempuh pendidikan disini.
Ibu itupun melanjutkan, “kalo dari pandangan ibu ya, manusia berpikiran negatif juga penting untuk tahu kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mereka hadapi. Kalo positif terus, kamu ga akan pernah mempersiapkan mental ketika gagal. Ibu malah liat kamu selalu ngehibur orang-orang sekitar lho, buat mereka tertawa adalah suatu hal ajaib yang mau manusia lakukan untuk orang lain. Ibu yakin temen-temenmu pasti bersyukur pernah mengenalmu.” Aku menahan tangis, betapa baiknya hati ibu ini, Tuhan berikan umur panjang kepada Ibu ini, berkati keluarga ibu ini..
“Hidup ga selalu bahagia, di sinetron atau film pun begitu. Pasti ada cobaan, kegagalan, kesedihan yang dirasakan pemeran utama. Di film aja begitu, apalagi di kehidupan nyata? Ga ada salahnya merenung, intropeksi diri seperti yang kamu lakukan saat ini. Tapi ada saatnya kamu juga harus cerita ke orang lain, atau minimal ke Allah, ke Tuhan yang udah nyiptain kita.” Akupun menangis, mengeluarkan air mata yang sudah menetes di pelupuk mataku. Makasih Tuhan… makasih untuk setiap hal kecil yang Tuhan selalu ingatkan dalam hidupku. Terima kasih Tuhan.

Kemudian akupun memborong semua dagangannya dan memberikan ke setiap orang-orang yang kutemui di kampus.

Mantul.

Senin, 22 Januari 2018

Rest in Peace, Kim Jonghyun (Skeleton Flowers)

Sepertinya langit akan berbahagia. Seseorang manusia yang sangat baik telah pergi untuk menemani langit yang selalu abu-abu, selalu kesepian.

SHINee tetap akan terus bersinar, mereka tidak kehilangan satu member. Member tersebut tetap ada, di atas langit sana. Member itu, Kim Jonghyun.

Seseorang idol yang mengalami depresi berat, seseorang yang terlihat selalu tersenyum menghibur semua orang itu akhirnya pernah sekali melakukan ke”egois”an dalam dirinya untuk pergi dari dunia ini.

Jujur, saya bukan penggemar SHINee, saya hanya tahu beberapa lagu SHINee yaitu Replay dan Ring Ding Dong. Dan menurut saya musiknya seru, namun masih terkesan biasa saja buat saya. Karna pada saat itu bias saya hanyalah Yesung seorang. Saat saya melihat SHINee, saya hanya menghapal dua member di dalamnya, Minho berkat ketampanannya serta Jonghyun berkat suaranya yang teramat bagus dan wajahnya yang terkesan bukan seperti wajah orang Korea pada umumnya, terlihat aneh kalau saya boleh jujur.

Sampai pada tahun 2016, saat saya memutar lagu di youtube tiba-tiba terputar sebuah lagu Lee Hi yang berjudul Breathe yang membuat saya jatuh cinta dengan musiknya dan lantas mencari translate lagunya. Apa yang saya temukan? Arti lagunya membuat saya menangis, sungguh. Ketika kamu melakukan kesalahan atau melakukan hal-hal bodoh dan gagal dalam hidupmu, ketika kamu mendengarkan lagu tersebut secara ajaib kamu akan bernapas dan merasa lebih baik dari sebelumnya. Sungguh.

Lalu kemudian saya menemukan fakta lain, bahwa lagu itu dibuat oleh seseorang yang tak pernah saya sangka sebelumnya, seseorang yang dari luar terlihat kuat, lucu, dan blak-blakan. Ya, seperti yang kita tahu, Jonghyun pengarangnya. Lalu kemudian saya mendengar lagunya yang berjudul End of The Day, lagu sama yang membuat saya menangis. Lalu saya mulai mendengarkan albumnya mulai dari album Base sampai Story Op.1 yang membuat saya makin jatuh hati terhadap music dan setiap karyanya. Kemudian saya mengetahui bahwa ia sangat senang sekali membaca, ia menyukai Demian karya Herman Hesse, metamorphosis karya Franz Kafka, sampai Dunia Kafka karya Haruki Murakami. Saya merasa terhubung dengannya. Sangat jarang seorang idol membaca buku dengan segala kesibukannya. Tapi hal itu sudah Jonghyun lakukan semenjak ia kecil, ia senang membaca. Kemudian Ia menulis sebuah tweet di twitternya, sebuah puisi yang membuat saya yakin suatu saat Jonghyun pasti akan menjadi penulis, dan benar ia mengeluarkan buku yang dia tulis di sela-sela waktu sibuknya. Skeleton Flowers. Sebuah bunga yang indah ia jadikan perumpamaan dalam bukunya. Dulu, saya pernah bermimpi untuk membeli buku Jonghyun ketika versi Englishnya telah rilis dan meminta tanda tangannya saat fansign suatu saat nanti. Namun mimpi tetaplah mimpi, sampai saat terakhirpun saya tak akan pernah bisa merealisasikan mimpi tersebut. Dia telah tiada. Terkadang mengingat hal itu membuat leher saya seperti tercekik.

Jonghyun yang selalu menjadi orang yang selalu ada bagi orang-orang sekitarnya, Bagi Key, bagi Taemin, bagi Minho, bahkan bagi Onew. Jonghyun sang penulis lagu di Shinee dari mulai Juliette yang saya gemari sampai View lagu EDM yang membuat saya terpana. Jonghyun yang hatinya selalu lembut, bayangkan saja ketika pertama kali debut, saat ia turun ia menangis. Ia menangis memikirkan betapa banyak orang-orang yang membantunya untuk mencapai mimpinya menjadi seorang penyanyi. Walau yang kutahu cita-citanya adalah menjadi seorang composer. Dan menurutku ia bisa mencapai cita-citanya untuk menjadi seorang composer berkat dirinya berkecimpung di dunia idol. Disaat SM agensinya berani untuk membeli lagu mahal pada composer luar untuk mendongkrak musiknya, SM mengizinkan Jonghyun untuk menciptakan music yang dia ingin buat sendiri.

Dia juga tak pernah ragu untuk mengatakan betapa sayangnya ia kepada ibunya, kakaknya, bahkan Roo anjing peliharaannya. Pernah suatu kali saya melihat bahwa wallpaper smartphonenya ialah foto kakaknya, Kim Sodam. Bukankah itu menunjukkan betapa ia mencintai keluarganya?

Disaat orang-orang yang melakukan bunuh diri tidak menulis surat karna mereka sudah merasa “bodo amat dan cuma pengen mati aja” atau disaat orang-orang akan meninggalkan surat berisi penyebab meninggalnya dia dengan menyalahkan orang lain, ia tidak. Sampai akhir ia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Ia meninggal dengan tenang. Dengan briket batubara yang dibakar. Bahkan sebelum meninggal Jonghyun memang sudah mendaftarkan dirinya untuk dapat menyumbangkan organ-organ vitalnya untuk orang yang lebih membutuhkan. Ia paham masih banyak orang yang ingin bertahan hidup di dunia yang jahat dan kacau ini.

Dan sampai saat akhir, album Poet Artist keluar, ia masih memberikan rezeki kepada keluarganya. Ia terlalu baik dan sampai kapanpun saya masih bingung memikirkan seseorang yang baik seperti dia harus terluka separah itu akibat depresi yang ia derita. Saya sedih ketika seseorang beranggapan bahwa ia tak bersyukur dengan segala harta yang telah ia miliki. Ketahuilah, depresi lebih sulit dipaparkan daripada itu. Ketahuilah, sebenarnya ia hanya ingin ditolong, ditolong oleh seseorang yang benar-benar tulus.

Lalu kemudian saya memutar sebuah lagu Help dari 10 cm dan itu semakin membuat saya ingin memeluk Jonghyun yang kesepian dan sendirian di dalam sana.


Jonghyun, tenanglah di alam sana. Di atas sana. Tolong selalu lihat anggota SHINee yang masih berjuang untuk kembali menata kehidupan mereka semenjak kepergianmu. Saya harap kamu bahagia dengan apapun jalan yang telah kamu pilih. Kamu telah berjuang dengan keras. Kamu telah bekerja dengan baik. Saya tak akan pernah melupakanmu dan segala music yang telah kamu ciptakan. Saya tak akan lupa seberapa keras saya selalu bertahan ketika mendengar musikmu. Terima kasih, malaikatku, Jonghyun.


Xoxo,

seseorang yang mencintai musikmu, segala karyamu, dan segala yang ada pada dirimu.

Minggu, 07 Januari 2018

Lonely

Pernah merasakan rasanya kesepian? mikirin kalau orang-orang di sekitar lo mulai ga peduli sama lo? tapi lo ga marah sama mereka, Lo hanya merasa bahwa eksistensi lo tuh ga berguna. bahwa lo itu orang dengan predikat 'gagal'. Semua yang lo lakuin serasa hampa, ga ngerti mau ngapain. Kebanyakan orang yang belom ngerasain hal ini pasti bakal bilang, "Kafir, lu!" atau "Ga tau bersyukur, kayak ga punya Tuhan aja!" contoh seperti ini adalah manusia-manusia dari planet datar yang ga patut kita tiru.

Gue tau, kalo kayak gitu memang seharusnya deket sama Tuhan, tapi namanya orang udah hopeless dan Tuhan itu ga bisa diajak sharing secara real, adanya peran temen ato seseorang itu sangat dibutuhkan. Lo gatau perasaan seseorang seperti apa. Ga ada yang tau kedalaman hati seseorang kecuali orang itu sendiri ato Tuhan. Bahkan kadang orangnya sendiri aja ga tau apa yang dia rasain saat ini. Orang yang paling tertawa dengan keras terkadang sesungguhnya adalah orang yang menyembunyikan topeng kesedihan dalam dirinya.

Waktu lo lagi bahagia, dan temen lo ngajak main luangin waktu lo sedikit. Kadang lo gatau beban yang temen lo tanggung seberat apa, mungkin kebahagiaan yang lagi lo rasain bisa nular ke dia juga. Luangin waktu, terutama buat temen-temen seperjuangan lo dulu. Temen lo berbagi suka duka susah seneng bareng-bareng. Terkadang mungkin ketika mereka ngajakin lo ketemu, mereka mau curhat masalah mereka. Setidaknya kalau lo ga bisa ngasih solusi coba sedikit-sedikit jadi pendengar yang baik.

Gue ga tau akan membicarakn hal random kayak gini karna kadang gue miris ngeliat banyaknya orang yang terluka hatinya dan bahkan depresi di dunia ini dengan alasan apapun itu. Ga tau, empati gue yang terlalu tinggi atau emang orang-orang sekarang yang mulai ga peduli sama keadaan orang-orang sekitarnya. Setiap kali ngeliat orang lain nangis dengan alasan apapun itu, gue juga mau nangis dan meluk mereka. Walau gue tau ngurus orang yang depresi itu ga mudah. Kadang lo bakal ikut ketularan sedih karna ngeliat mereka sedih dan hancur. Tapi gatau... kadang yang membuat orang lain depresi itu juga traumatik akan suatu hal atau karna omongan mulut-mulut manusia yang tak bertanggungjawab yang main asal ngejudge seseorang seenak udelnya dia aja.

Kesimpulannya? Jadilah teman yang baik, teman yang selalu ada, pendengar setia. Keberadaan lo penting. segagal-gagalnya lo dalam hidup, lo berharga di mata Tuhan. Dosa lo udah ditebus. Pengorbanan Tuhan sebesar itu dalam hidup lo.

Sabtu, 18 Februari 2017

Review Film Korea "The Beauty Inside" 2015: Karna Cinta Nggak Mandang Rupa, tapi Ketulusan

Gimana rasanya ketika muka lo ganti-ganti tiap hari? Itu yang dirasain pemeran utama di film The Beauty Inside yang tokohnya bernama Kim Woo Jin. Dia ganti wajah dari laki-laki jadi perempuan, dari anak-anak sampai manula. Dia berganti wajah setiap ia bangun dari tidurnya. Ketika dia menjalani hidup sendirian dan merasa nyaman dengan itu semua, ia justru jatuh hati pada seorang gadis bernama Yi Soo. Kalo kasarannya sih ga bakal ada yang mau punya pacar yang mukanya ganti-ganti tiap hari, syok jugalah ketemu sama wajah asing, tiap hari lagi, apalagi kita nggak tahu besok dia bisa berubah jadi seperti apa.
Singkat cerita ceweknya bisa nerima kekurangan dia, jadi mereka bisa sama-sama saling mencintai dan berbagi kebahagiaan. Tapi Kim Woo Jin mulai serakah, ia naif. Menginginkan Yi Soo berada terus disisinya, ia melamar Yi Soo tanpa tahu bahwa sulit hidup dengan orang aneh yang berganti wajah setiap hari, belum lagi harus menjelaskan ke keluarga Yi Soo terkait keadaan pacarnya yang tak normal itu, lalu pendapat orang-orang sekitar tentang dirinya dan Kim Woo Jin, ia sungguh tak siap.  Kim Woo Jin mencoba untuk mengerti, namun ia menyadari saking stressnya Yi Soo ngadepin dia, Yi Soo meminum obat tidur dan sering ke psikiater.
Gue kasihan sama Yi Soo, tapi jujur gue juga kasihan sama Kim Woo Jin… ia juga membenci dirinya yang dia anggap aneh dan seperti monster, pernah ia mencoba nggak tidur agar wajahnya nggak berubah, namun itu hanya bertahan dalam beberapa hari dan selanjutnya kembali seperti semula, wajahnya selalu berganti.
Sampai akhirnya ia sadar bahwa mencintai tidaklah cukup. Ia harus berkorban, merelakan Yi Soo untuk kembali hidup normal layaknya gadis pada umumnya. Kim Woo Jin nggak pernah meminta untuk terlahir seperti itu, tapi memang ia harus melewati semua itu.

Sorry kalo gue spoiler, akhir cerita dikemas menjadi happy ending. Tapi point saat gue menonton film itu adalah takdir memang nggak bisa dirubah, tapi percayalah cinta tetap ada, dan akan selalu ada. Cinta yang tulus itu adalah cinta yang mau mengalah demi orang yang dia sayang. Ini nggak bullshit, karena kalo lo emang beneran cinta setidaknya lo nggak akan pengen ngeliat dia menderita. Cinta juga ngajarin lo untung saling mengalah, maksudnya disini adalah ketika lo benar-benar mencintainya dan tahu bahwa ia menderita lo bakal rela mengalah sama perasaan lo dan pergi ninggalin dia untuk buat dia kembali tersenyum dan nggak tersiksa.

Selasa, 02 Desember 2014

Berlebihan?



Cinta ya? Cinta itu yang ketika lo berada deket sama dia waktu berasa jadi cepet banget kan? Iya nggak sih? Ato yang bikin wajah kita berseri setiap hari? Ato apa?
Gue pernah jatuh cinta, tapi cinta gue bertepuk sebelah tangan. Bukan, bukan karna dia mengabaikan gue. Tapi lebih tepatnya, gue yang nggak punya nyali buat deketin dia. Pernah ngerasain rasanya bertepuk sebelah tangan? Pasti yang lo rasain menyedihkan banget, sama kayak yang dulu pernah gue rasain. Cinta tuh ngebuat gue jadi lebay. Cepet nangis, cepet seneng, cepet ketawa, cepet bahagia. Segalanya. Gue diajarin seseorang untuk mencintai dengan sewajarnya. Namun ketika kita jatuh cinta, lebih tepatnya ketika gue yang jatuh cinta, gue nggak bisa bertingkah sewajarnya. Apalagi mencintai sewajarnya. Nggak. Akan. Pernah. Bisa.
Tapi gue lagi-lagi mikir sebagai seorang mahasiswa baru, yang kelakuannya kadang masih suka absurd dan nggak jelas. Bahwa mencintai tak lagi penting. Yang penting adalah proses mencintai. Ketika cinta hilang, kita juga dituntut untuk melepaskan. Sebenerya kalo kita mau berpikir positif tuh, rasanya nggak kayak kopi yang pahit-pahit bangetlah. Asal kita mikir masih ada gula ato krimmer, yaitu keluarga, sahabat, teman yang selalu ada buat kita. Jadi rasa kopi yang kita minum juga nggak bakal pahit-pahit amat kok. Setidaknya masih ada rasa manis dari indahnya persahabatan dan rasa krimmer dari enaknya sebuah keluarga. Dan kalo kata Jebraw, “itu baru pecah mennnn!!”

Jumat, 07 November 2014

Pelangi Sehabis Hujan



Kita lucu ya? Apa cuma aku yang lucu? Lucu karena terus mengejar kamu. Menurut aku itu adalah hal terkonyol yang pernah aku lakukan. Kamu tau gimana rasanya pengen tampil cantik di hadapan kamu tapi boro-boro kamu mandang, lihat ke arah aku aja nggak. Apa sesulit itu cuma pengen ngomong “Selamat hari Minggu.”?
Tanpa sadar motivasiku untuk beribadah adalah untuk melihat kamu. Tapi tahukah kamu semua yang kulakukan itu? Sadarkah dirimu? Dalam doa bersama Tuhanku aku selalu memohon untuk bisa dekat denganmu, berharap kamu membuka tanganmu lebar-lebar dan menyambut aku. Tapi apa nyatanya? Kau justru terus mengabaikanku sampai akhirnya aku gelap mata terhadap Tuhan.
Namun, seiring dengan umurku yang bertambah aku mulai sadar bahwa sebuah perasaan tidak bisa dipaksakan. Mungkin memang dari awal caraku salah mendekatimu. Beribadah hanya untuk melihatmu, bukannya untuk mendekatkanku kepada Tuhanku. Caraku telah salah dari awal.
Mungkin hari-hariku di Malang ini akan kuisi dengan segala hal yang positif. Atau aku memilih menghabiskan kembali waktuku untuk hal-hal yang tidak penting. Tapi masalahnya aku, sebagai gadis berumur 17 tahun akan memilih untuk menjalani hidup dengan melakukan hal-hal yang positif. Tak masalah aku jauh dari rumah, keluarga, sahabat, dan teman-teman. Karena aku percaya bahwa Tuhan pasti memberikanku malaikat bergelar sahabat juga disini. Yang akan menemani waktu luangku, waktu sedihku, waktu gembiraku. Yang selalu ada untukku.
Jika memang saat itu tiba, aku berharap diriku ini bisa melepasmu. Cinta monyetku, cinta pertamaku, cinta bertepuk sebelah tanganku :)

Sabtu, 24 Mei 2014

Review Novel Incognito



Kali ini gue bakal review sebuah novel yang berjudul Incognito karya Windhy Puspitadewi. Sebenernya gue nggak terlalu suka novel fantasi kayak gini. Tapi karna gue udah pernah baca Confeito sama Let Go, gue yakin buku ini juga pasti legend. Awalnya, gue juga nggak begitu ngerti tentang penemu-penemu jaman dulu. Tapi, nama mereka itu udah nggak asing lagi di telinga gue.
Kesan pertama: Erik keren. Cerdas, cakep, dan keturunan Belanda.
Kesan kedua: Carl lebih kereeeeeeeeeeen! <3
Sebenernya udah nyadar sih endingnya, dari yang pas Sisca janji sama Carl kalo dia bakal ngasih anting dia kalo bisa ngembaliin mereka berdua ke asalnya.
Tapi nggak nyangka aja bakal se so sweet itu, cinta pertamanya dari masa depan, berpetualang lewat waktu, sumpah nggak ada lebih greget daripada baca novel ini.
Gue ngebayangin banget berpetualang sama orang-orang ganteng macem Erik sama Carl(gue Siscanya :p) dan ketemu sama orang-orang hebat yang namanya udah nggak asing lagi di telinga kita. Itu amazing banget.
Trus cara nembak si Erik ke Sisca, duh gue berasa nge-fly sendiri tau ngebayanginnya. Kayaknya cinta pertama itu emang selalu indah deh. Laffyuuuuuu banget ama nih buku. Oh iya, covernya juga keren. Gue suka topinya Erik. Gue doain covernya yang nanti pengen keluar lebih bagus dari yang pertama gue liat. Amiiiin. Sukses terus yaa Mbak Windhy. Aku juga berharap novel Let Go di filmin. Penasaran sama pemeran yang bakal meranin Caraka. Hehehe :)